Oleh: Mujahid*
hidayatullahkaltim.com | Kamis (6/6/2024), para kader yang telah mendapatkan SK penugasan ke daerah dikumpulkan di ruang pertemuan gedung WKP, Kampus Induk Hidayatullah Ummulqura, Gunung Tembak, Balikpapan, untuk mendapatkan pembekalan.
Penulis yang mendapat amanah tugas ke tanah Melayu, Batam, Kepulauan Riau, juga hadir.
Pendiri Hidayatullah, Ustadz Muhammad Hasyim Harjo Suprapto (HS), saat itu mendapat kesempatan pertama memberi pembekalan.
Nasihatnya masih membekas dalam ingatan, khususnya saat sesi tanya jawab. Penulis ikut bicara meminta nasihat bagaimana kiat agar cepat beradapatasi dan diterima di tempat tugas yang baru.
Beliau menjawab, “Berusahalah untuk memahami orang lain, bukan minta dipahami.”
Pesan itu rupanya yang disampaikan KH Abdullah Said (Pendiri Hidayatullah) kepada Ustadz Hasyim dulu saat akan ditugaskan ke Berau.
Penulis sempat bercanda dengan mengatakan, “Saya belum tahu tugas apa nanti yang diberikan di tempat baru, tapi siap sami’na wa atho’na, biar jadi tukang sapu gak apa-apa yang penting gajinya 5 juta sebulan,” yang disambut tawa hadirin, sementara Ustadz Hasyim tampak tersenyum.
Beliau lalu mengomentari, “Ustadz Manshur Salbu (ayahanda penulis, rahimahullahu Ta’ala- pen) itu dulu suka bercanda dengan humor-humornya. Pak Mujahid (penulis, red) juga begitu, statement terakhir tadi itu hanya bercanda, saya tahu Pak Mujahid tidak begitu (bekerja hanya mengharap imbalan).”
Begitulah sosok Pendiri Hidayatullah tersebut. Tutur katanya lembut tetapi menggetarkan jiwa, pelan tapi memacu semangat.
Ustadz Hasyim adalah ayah yang berdiri dengan tatapan kasih sayang dan cinta di depan kader-kader muda.
Kalimat-kalimat yang keluar dari bibirnya tersusun dari jejak-jejak ketaatan tanpa pamrih, motivasi yang disampaikan berasal dari nyala api perjuangannya yang tak pernah padam hingga napas terakhir. Nasihatnya datang dari tetesan keringat pengorbanan yang menjelma gelombang cinta pada generasi muda.
Pendiri Hidayatullah itu telah purna tugas di dunia ini, meninggalkan karya sejarah yang terukir di bumi dan di langit (Selasa, 21/5/2024).
Ustadz Hasyim HS merupakan satu dari lima Pendiri Hidayatullah. Empat lainnya juga sudah wafat terlebih dahulu; KH Abdullah Said, Ustadz Usman Palese, Ustadz Hasan Ibrahim, dan Ustadz Nazir Hasan rahimahumullah.
Ustadz Hasyim merupakan pribadi yang tawadhu. Ia datang pada usia 25 tahun, bergabung di sebuah tempat pembakaran batu bata di Gunung Tembak sebagai cikal bakal Hidayatullah.
Pada usia 76 tahun, beliau wafat di kediamannya di Gunung Tembak, sekira 500 meter dari lokasi pembakaran batu bata yang kini di atasnya telah berdiri Masjid Ar-Riyadh.
Jenazahnya dishalatkan di Masjid Ar-Riyadh, di atas tanah yang menjadi saksi perjuangannya hingga embusan napas terakhir, diimami Pemimpin Umum Hidayatullah, KH Abdurrahman Muhammad hafidzahullahu Ta’ala, dan dimakamkan di dekat makam sahabatnya, KH Abdullah Said.
Ustadz Hasyim HS dan pendiri serta para pejuang dakwah yang telah syahid pergi dengan jejak karya mata air yang insya Allah akan terus mengalirkan pahala jariyah.
Mata air itu adalah 38 DPW Hidayatullah, 418 DPD, 420 DPC, 1.088 Rumah Qur’an, dan sekira 600 kampus pondok pesantren Hidayatullah yang tersebar dari Aceh hingga Papua.*
Penulis adalah putra almarhum Ustadz Mansur Shalbu (Perintis Majalah Suara Hidayatullah), kini aktif berdakwah di Kepri