Samarinda| Hidayatullahkaltim.com | — Dalam upaya memajukan visi besar Hidayatullah sebagai organisasi yang memiliki mainstream gerakan pendidikan dan dakwah, Kampus Utama Pondok Pesantren Hidayatullah Samarinda menggelar Rapat Kerja Yayasan (Rakeryas) 2024 di Hotel Harris, Samarinda, pada 6-7 Jumadil Akhir 1446 (7-8/12/2024).
Agenda ini merupakan tindak lanjut dari hasil Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Hidayatullah 2024 yang digelar empat hari sebelumnya di Kota Bandung.
Rakeryas tersebut dirangkai dengan Seminar Kebangsaan bertemakan kolaborasi dan wawasan kebangsaan, bekerja sama dengan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kalimantan Timur.
Tema besar Rakernas 2024, yaitu Konsolidasi Jati Diri, Organisasi, dan Wawasan Menuju Standarisasi dan Integrasi Sistemik, menjadi landasan strategis bagi jejaring Hidayatullah di seluruh Indonesia.
Di Samarinda, hal ini diterjemahkan melalui seminar yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk mengadirkan narasumber perwakilan Kesbangpol Eko Susanto, Ketua Fraksi PDIP DPRD Kaltim H. Samsun, dan Ust. Drs. H. Nursyamsa Hadis dari Badan Pembina Hidayatullah Samarinda.
Seminar ini dihadiri oleh para guru Yayasan Pesantren Hidayatullah Samarinda, yang mendapatkan materi tentang merawat kebhinekaan, menjaga kesetaraan sosial, dan menghadapi tantangan globalisasi tanpa kehilangan pijakan pada nilai-nilai ideologis bangsa, yaitu Pancasila dan UUD 1945.
Dalam paparannya, H. Samsun menekankan bahwa kolaborasi antara organisasi dan komunitas termasuk pesantren dan pemerintah adalah kemitraan strategis dalam menjaga keutuhan bangsa.
Menurut Samsun, dalam era kecerdasan buatan (AI) yang berkembang pesat, penyaringan informasi menjadi kebutuhan mendesak untuk menjaga moralitas generasi muda. Pesantren, sebagai entitas sosial yang kokoh, berperan strategis sebagai “swaka generasi” dalam menghadapi tantangan itu.
Melalui disiplin nilai-nilai luhur dan aturan yang membangun, pesantren menciptakan kesadaran mendalam bagi santri terhadap eksistensi mereka sebagai manusia yang berintegritas.
Dengan landasan agama dan pendidikan karakter, imbuh Samsun, pesantren menawarkan solusi konkret untuk menghadapi tantangan moral yang muncul akibat paparan informasi yang tidak terfilter.
“Pesantren adalah benteng moral di tengah arus deras informasi digital yang sering melupakan nilai-nilai kemanusiaan,” tegasnya.
Sementara itu, Nursyamsa Hadis menggarisbawahi bahwa keberagaman harus dilihat sebagai kekuatan, bukan ancaman. Ia menambahkan, pesantren bukan hanya institusi pendidikan, tetapi juga center of excellence dalam membangun karakter bangsa.
“Dengan pijakan nilai Islam yang washatiyah sebagaimana dalam jatidiri Hidayatullah, kita dapat memadukan wawasan nilai-nilai kejuangan Negara Republik Indonesia dan ajaran Islam secara harmonis,” katanya.
Sementara itu, Eko Susanto menguraikan bahwa di tengah derasnya arus informasi akibat perkembangan teknologi, peran lembaga pendidikan menjadi krusial dalam membentengi bangsa dari ancaman disintegrasi. Pesantren, sebagai salah satu lembaga pendidikan berbasis tradisi Islam, memiliki potensi besar untuk menjawab tantangan global ini.
Dengan mengedepankan pendekatan pendidikan berbasis nilai dan moral, jelas Eko, pesantren menjadi benteng dalam membentuk karakter generasi yang tidak hanya berpengetahuan, tetapi juga memiliki integritas dan wawasan kebangsaan yang kuat. Model pendidikan seperti ini diharapkan mampu menjaga kohesi sosial, mempererat persatuan, dan memberikan kontribusi positif dalam mewujudkan cita-cita bangsa.
“Pendidikan yang berbasis nilai adalah pondasi kokoh untuk menjawab tantangan global dan menjaga identitas bangsa di tengah era digital,” tandasnya.*/Farid Ma’ruf